Keragaman sosial, budaya, aspirasi politik, dan kemampuan
ekonomi memberikan tekanan yang sama, kalau tidak dapat dikatakan lebih kuat
dibandingkan perbedaan filosofi, visi, dan teori yang dianut para pengambil
keputusan mengenai kurikulum. Perbedaan filosofi, visi, dan teori para
pengambil keputusan seringkali dapat diselesaikan melalui jenjang otoritas yang
dimiliki seseorang walaupun dilakukan dalam suatu proses deliberasi yang paling
demokratis sekali pun. Ketika perbedaan filosofi, visi, dan teori itu
terselesaikan maka proses pengembangan dokumen kurikulum dapat dilakukan dengan
mudah. Tim yang direkrut adalah tim yang diketahui memiliki filosofi, visi, dan
teori yang sejalan atau bahkan mereka yang tidak memiliki ketiga kualitas itu
tetapi ahli dalam masalah konten yang akan dikembangkan sebagai konten
kurikulum.
Keragaman sosial, budaya, aspirasi politik, dan kemampuan
ekonomi adalah suatu realita masyarakat dan bangsa Indonesia. Realita tersebut
memang berposisi sebagai objek periferal dalam proses pengembangan kurikulum
nasional. Posisi sebagai objek ini tidak menguntungkan karena ia seringkali
diabaikan oleh para otoritas pengembang kurikulum. Sayangnya, kedudukannya yang
menjadi objek berubah menjadi subjek dan penentu dalam implementasi kurikulum
tetapi tetap tidak dijadikan landasan ketika guru mengembangkan kurikulum. Padahal
keragaman itu berpengaruh langsung terhadap kemampuan guru dalam melaksanakan
kurikulum, kemampuan sekolah dalam menyediakan pengalaman belajar, dan
kemampuan siswa dalam berproses dalam belajar serta mengolah informasi menjadi
sesuatu yang dapat diterjemahkan sebagai hasil belajar. Artinya, keragaman itu
menjadi suatu variabel bebas yang memiliki kontribusi sangat signifikan
terhadap keberhasilan kurikulum baik sebagai proses (curriculum as observed,
curriculum as experienced, curriculum as implemented, curriculum as reality)
tetapi juga kurikulum sebagai hasil.
Para ahli mengemukan posisi keragaman
sebagai variabel bebas memang berada pada tataran sekolah dan masyarakat di
mana suatu kurikulum dikembangkan dan diharapkan menjadi pengubah yang tangguh
sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dapat diperkirakan (perceived needs
of a society). Secara nyata pengaruh tersebut berada pada diri guru yang
bertanggungjawab terhadap pengembangan kurikulum dan pada siswa yang menjalani
kurikulum. Dengan perkataan lain, pengaruh tersebut berada pada tataran yang
tak boleh diabaikan sama sekali di mana studi kurikulum memperlihatkan
kerentanan, dan kemungkinan besar kurikulum berubah atau bahkan berbeda sama
sekali dengan apa yang telah direncanakan dan diputuskan. Oleh karena itu,
keragaman sosial, budaya, ekonomi, dan aspirasi politik harus menjadi faktor
yang diperhitungkan dan dipertimbangkan dalam sosialisasi kurikulum, dan
pelaksanaan kurikulum
0 komentar:
Posting Komentar