Kurikulum bukan hanya
rangkaian mata pelajaran, tetapi mencakup semua pengalaman belajar yang dialami
siswa dan mempengaruhi pribadinya. Menurut Hamid Hasan (1988) sebenarnya
kurikulum bukanlah sesuatu yang tunggal. Istilah kurikulum menunjukan berbagai dimensi
pengertian. Ia menunjukkan berbagai dimensi pengertian dimana satu dimensi
dengan dimensi lainnya saling berhubungan. Beliau berpendapat ada empat dimensi
kurikulum yang saling berhubungan, yaitu “kurikulum sebagai suatu ide atau
konsepsi, kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, kurikulum sebagai suatu
kegiatan (proses), dan kurikulum sebagai suatu hasil belajar”. Selanjutnya,
Nana Sy.Sukmadinata (2005) meninjau kurikulum dari tiga dimensi, yaitu
“kurikulum sebagai ilmu, kurikulum sebagai sistem, dan kurikulum sebagai
rencana”. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa paling tidak
ada enam dimensi kurikulum, yaitu :
1.
Kurikulum
sebagai suatu ide
Ide atau konsep
kurikulum bersifat dinamis, dalam arti akan selalu berubah mengikuti perkembangan
zaman, minat dan kebutuhan peserta didik, tuntutan masyarakat, ilmu pengetahuan
dan teknologi. Ide atau gagasan tentang kurikulum hanya ada dalam pemikiran
seseorang yang terlibat dalam proses pendidikan, baik secara langsung maupun
tidak langsung, seperti Kepala Dinas Pendidikan, pengawas, kepala sekolah,
guru, peserta didik, orang tua, dan sebagainya. Ketika orang berpikir tentang
tujuan sekolah, materi yang harus disampaikan kepada peserta didik, kegiatan
yang harus dilakukan oleh guru, orang tua dan peserta didik, objek evaluasi,
maka itulah dimensi kurikulum sebagai suatu ide atau konsepsi. Paling tidak
itulah konsep kurikulum menurut mereka. Ide atau konsepsi kurikulum setiap
orang tentu berbeda, sekalipun orang-orang tersebut berada dalam satu keluarga.
Perbedaan ide dari orang-orang tersebut sangat penting untuk dianalisis bahkan
dapat dijadikan landasan pengembangan kurikulum.
Dimensi kurikulum
sebagai suatu ide, biasanya dijadikan langkah awal dalam pengembangan
kurikulum, yaitu ketika melakukan studi pendapat. Dari sekian banyak ide-ide
yang berkembang dalam studi pendapat tersebut, maka akan dipilih dan ditentukan
ide-ide mana yang dianggap paling kreatif, inovatif, dan konstruktif sesuai
dengan visi-misi dan tujuan pendidikan nasional. Pemilihan ide-ide tersebut
pada akhirnya akan dipilih dalam sebuah pertemuan konsultatif berdasarkan
tingkat pengambil keputusan yang tertinggi. Di Indonesia, pengambil keputusan
yang tertinggi adalah Menteri Pendidikan Nasional. Beliau juga sebagai penentu
kebijakan kurikulum yang berlaku secara nasional. Mengingat pengaruhnya yang
begitu kuat dan besar, serta memiliki kedudukan yang sangat strategis, maka tim
pengembang kurikulum biasanya akan mengacu kepada ide atau konsep kurikulum
menurut menteri tersebut. Selanjutnya, ide-ide Mendiknas dituangkan dalam
sebuah kebijakan umum sampai menjadi dimensi kurikulum sebagai rencana.
2.
Kurikulum
sebagai suatu rencana tertulis
Dimensi kurikulum
sebagai rencana biasanya tertuang dalam suatu dokumen tertulis. Dimensi
ini menjadi banyak perhatian orang, karena wujudnya dapat dilihat, mudah dibaca
dan dianalisis. Dimensi kurikulum ini pada dasarnya merupakan realisasi dari
dimensi kurikulum sebagai ide. Aspek-aspek penting yang perlu dibahas, antara
lain : pengembangan tujuan dan kompetensi, struktur kurikulum, kegiatan dan
pengalaman belajar, organisasi kurikulum, manajemen kurikulum, hasil belajar,
dan sistem evaluasi. Kurikulum sebagai ide harus mengikuti pola dan
ketentuan-ketentuan kurikulum sebagai rencana. Dalam praktiknya, seringkali
kurikulum sebagai rencana banyak mengalami kesulitan, karena ide-ide yang ingin
disampaikan terlalu umum dan banyak yang tidak dimengerti oleh para pelaksana
kurikulum.
3.
Kurikulum
sebagai suatu kegiatan
Kurikulum dalam dimensi
ini merupakan kurikulum yang sesungguhnya terjadi di lapangan (real
curriculum). Peserta didik mungkin saja memikirkan kurikulum sebagai ide,
tetapi apa yang dialaminya merupakan kurikulum sebagai kenyataan. Antara ide
dan pengalaman mungkin sejalan tetapi mungkin juga tidak. Banyak ahli kurikulum
yang masih mempertentangkan dimensi ini, dalam arti apakah sesuatu kegiatan
termasuk kurikulum atau bukan. Misalnya, MacDonald (1965), Johnson (1971),
Popham dan Baker (1970), Inlow (1973), dan Beauchamp (1975) tidak menganggap
suatu kegiatan sebagai kurikulum. Bagi Beauchamp, kurikulum adalah a
written document yang masuk dalam dimensi rencana, sedangkan ahli lainnya
melihat kurikulum hanya sebagai hasil belajar. Namun demikian, banyak juga ahli
kurikulum lain yang mengatakan suatu kegiatan atau proses termasuk kurikulum,
seperti Frost dan Rowland (1969), Zais (1976), Egan (1978), Hunkins (1980),
Tanner and Tanner (1980), serta Schubert (1986).
Kurikulum harus
dimaknai dalam satu kesatuan yang utuh. Jika suatu kegiatan tidak termasuk
kurikulum berarti semua kegiatan di sekolah atau di luar sekolah (seperti
program latihan profesi, kuliah kerja nyata, dan lain-lain) tidak termasuk
kurikulum. Dengan demikian, hasil belajar peserta didik juga bukan kurikulum.
Padahal apa yang diperoleh peserta didik di sekolah maupun di luar sekolah
merupakan refleksi dan realisasi dari dimensi kurikulum sebagai rencana
tertulis. Apa yang dilakukan peserta didik di kelas juga merupakan implementasi
kurikulum. Artinya, antara kurikulum sebagai ide dengan kurikulum sebagai
kegiatan (proses) merupakan suatu rangkaian yang berkesinambungan, suatu
kesatuan yang utuh. Tidak ada alasan untuk mengatakan dimensi kurikulum sebagai
suatu kegiatan bukan merupakan kurikulum, karena semua kegiatan di sekolah
maupun di luar sekolah atas tanggung jawab sekolah merupakan bagian dari
kurikulum.
4.
Kurikulum
sebagai hasil belajar
Hasil belajar adalah
kurikulum tetapi kurikulum bukan hasil belajar. Pernyataan ini perlu dipahami
sejak awal, karena banyak orang tahu bahwa hasil belajar merupakan bagian dari
kurikulum, tetapi kurikulum bukan hanya hasil belajar. Banyak juga orang tidak
tahu bahwa pengertian kurikulum dapat dilihat dari dimensi hasil belajar,
karena memang tidak dirumuskan secara formal. Begitu juga ketika dilakukan
evaluasi secara formal tentang kurikulum, pada umumnya orang selalu
mengaitkannya dengan hasil belajar. Sekalipun, evaluasi kurikulum sebenarnya
jauh lebih luas daripada penilaian hasil belajar. Artinya, hasil belajar bukan
satu-satunya objek evaluasi kurikulum. Namun demikian, hasil belajar dapat
dijadikan sebagai salah satu dimensi pengertian kurikulum. Evaluasi kurikulum
ditujukan untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi kurikulum, sedangkan
fungsinya adalah untuk memperbaiki, menyempurnakan atau mengganti kurikulum
dalam dimensi sebagai rencana.
Hasil belajar sebagai
bagian dari kurikulum terdiri atas berbagai domain, seperti pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai-nilai. Secara teoritis, domain hasil belajar
tersebut dapat dipisahkan, tetapi secara praktis domain tersebut harus bersatu.
Hasil belajar juga banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor
guru, peserta didik, sumber belajar, dan lingkungan. Kurikulum sebagai hasil
belajar merupakan kelanjutan dan dipengaruhi oleh kurikulum sebagai kegiatan
serta kurikulum sebagai ide. Menurut Zainal Arifin (2009) hasil belajar
memiliki beberapa fungsi utama, yaitu “sebagai indikator kualitas dan kuantitas
pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik, sebagai lambang pemuasan hasrat
ingin tahu, sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan, sebagai indikator
interen dan eksteren dari suatu institusi pendidikan, dan dapat dijadikan
indikator terhadap daya serap (kecerdasan) peserta didik”.
5.
Kurikulum
sebagai suatu disiplin ilmu
Sebagai suatu disiplin
ilmu, berarti kurikulum memiliki konsep, prinsip, prosedur, asumsi, dan teori
yang dapat dianalisis dan dipelajari oleh pakar kurikulum, peneliti kurikulum,
guru atau calon guru, kepala sekolah, pengawas atau tenaga kependidikan lainnya
yang ingin mempelajari tentang kurikulum. Pada tingkat universitas ada program
studi pengembangan kurikulum, baik di jenjang S.1 (sarjana), S.2 (magister)
maupun S.3 (Doktor). Semua peserta didiknya wajib mempelajari tentang
kurikulum. Tujuan kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu adalah untuk
mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum.
6.
Kurikulum
sebagai suatu sistem
Sistem kurikulum
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan, sistem
persekolahan, dan sistem masyarakat bahkan tidak terpisahkan dari sistem
ideologi negara. Suatu sitem kurikulum di sekolah berbicara tentang kurikulum
apa yang akan disusun dan bagaimana kurikulum itu dilaksanakan. Lebih jauh lagi
dapat dikatakan bahwa sistem kurikulum mencakup tahap-tahap pengembangan
kurikulum itu sendiri, mulai dari perencanaan kurikulum, pelaksanaan kurikulum,
evaluasi kurikulum, perbaikan dan penyempurnaan kurikulum. Kurikulum sebagai
suatu sistem juga menggambarkan tentang komponen-komponen kurikulum.
Sumber Rujukan:
Sukmadinata, Nana
Syaodih. 2013. Pengembangan Kurikulum. Bandung : Remaja Rosda Karya.
Oliva, Peter F.( 1991),
Developing
the Curriculum, eighth edition. New York. Pearson Publishers.
Hamalik, Oemar. 2009. Dasar
– Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung : Remaja Rosdakarya
0 komentar:
Posting Komentar