Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik dengan peserta
didik dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan. Kita
ketahui bahwa pendidik dan peserta didik dalam
interaksi pendidikan adalah sebagai manusia. Setiap peserta didik
memiliki keunikan masing-masing dan berbeda satu sama lain. Oleh sebab itulah,
pendidikan memerlukan psikologi, sehingga dalam pengembangan kurikulum,
psikologi menjadi landasan penting. Dengan adanya psikologi memberikan
wawasan bagaimana memahami perilaku individu dalam proses pendidikan dan
bagaimana membantu individu agar dapat berkembang secara optimal serta
mengatasi permasalahan yang timbul dalam diri individu (siswa) terutama masalah
belajar yang dalam hal ini adalah masalah dari segi pemahaman dan keterbatasan
pembelajaran yang dialami oleh siswa. Psikologi dibutuhkan di berbagai ilmu
pengetahuan untuk mengerti dan memahami kejiwaan seseorang.
Psikologi memiliki peran dalam dunia pendidikan baik itu
dalam belajar dan pembelajaran. Pengetahuan tentang psikologi
sangat diperlukan oleh pihak guru atau instruktur sebagai pendidik, pengajar,
pelatih, pembimbing, dan pengasuh dalam memahami karakteristik kognitif,
afektif, dan psikomotorik peserta secara integral. Pemahaman psikologis peserta
didik oleh pihak guru atau instruktur di institusi pendidikan memiliki
kontribusi yang sangat berarti dalam membelajarkan peserta didik sesuai dengan
sikap, minat, motivasi, aspirasi, dan kebutuhan peserta didik, sehingga proses
pembelajaran di kelas dapat berlangsung secara optimal dan maksimal.
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2006 : 50) ”kondisi
psikologis adalah kondisi karakteristik psikofisik manusia sebagai individu,
yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku dalam interaksinya dengan
lingkungan”. Perilaku-perilaku tersebut merupakan manifestasi dari ciri-ciri
kehidupannya, baik yang nampak maupun yang tidak nampak; baik perilaku
kognitif, afektif maupun psikomotor. Interaksi yang tercipta didalam situasi
pendidikan harus sesuai dengan kondisi psikologis dari anak didik dan pendidik.
Interaksi pendidikan di rumah berbeda dengan di sekolah. Interaksi antara anak
dengan guru pada tingkat sekolah dasar berbeda dengan pada tingkat sekolah
menengah pertama dan atas.
Anak didik merupakan individu yang sedang berada dalam proses
perkembangan. Tugas utama guru adalah membantu mengoptimalkan perkembangan
peserta didik tersebut. Oleh karena itu, melalui penerapan landasan psikologi
dalam pengembangan kurikulum, tiada lain agar upaya pendidikan yang dilakukan
dapat menyesuaikan dengan hakikat peserta didik. Penyesuaian yang dimaksud
berkaitan dengan segi materi atau bahan yang harus disampaikan, penyesuaian
dari segi proses penyampaian atau pembelajarannya, dan penyesuaian dari
unsur-unsur upaya pendidikan lainnya.
Psikologi perkembangan
membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi, yaitu masa pertemuan sel
telur dengan spermatosoid sampai dengan masa dewasa. Informasi tentang
perkembangan individu diperoleh melalui studi yang bersifat longitudinal, cross
sectional, psikoanalitik, sosiologik dan studi kasus. Individu apakah itu
seorang anak ataupun orang dewasa, merupakan kesatuan jasmani-rohani yang tidak
dapat dipisah-pisahkan, dan menunjukkan karakteristik-karakteristik tertentu
yang khas. Individu manusia adalah sesuatu yang sangat kompleks tetapi unik,
yakni memiliki banyak aspek seperti aspek jasmani, intelektual, sosial,
emosional, moral dan sebagainya, tetapi keseluruhannya membentuk satu kesatuan.
Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap
pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri,
memiliki perbedaan di samping persamaannya. Implikasi terhadap pengembangan
kurikulum menurut Rudi Susilana dkk. (2006 : 22) yaitu:
a.
Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan
kebutuhannya.
b.
Di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (Program inti) yang wajib
dipelajari setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran pilihan yang
sesuai dengan minat anak.
c.
Kurikulum di samping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga
menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang berbakat dibidang
akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan
selanjutnya.
d.
Kurikulum memuat tujuan–tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai atau sikap,
dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan
bathin.
Psikologi belajar
merupakan studi tentang bagaimana individu belajar. Secara sederhana belajar
dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi melalui pengalaman.
Segala perubahan tingkah laku, baik yang berbentuk kognitif, afektif maupun
psikomotor yang terjadi karena proses pengalaman dapat dikategorikan sebagai
perilaku belajar. Gagne (1965 :5) merumuskan “Learning is a change in human
disposition or capability, which can be retained, and which is not simply
ascribable to the process of growth”. Menurut Gagne, perubahan tersebut
berkenaan dengan disposisi atau kapabilitas individu. Sementara itu, menurut
Hilgard dan Bower (1966) dinyatakan bahwa perubahan itu terjadi karena individu
berinteraksi dengan lingkungan, sebagai reaksi terhadap situasi yang dihadapinya.
Mengetahui tentang psikologi belajar merupakan bekal bagi
para guru dalam menjalankan tugas pokoknya, yaitu membelajarkan anak. Menurut
Morris L. Bigge dan Maurice P. Hunt (1980), psikologi atau teori belajar yang
berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan kedalam tiga rumpun, yaitu: teori
Disiplin Mental atau teori Daya (Faculty theory), Behaviorisme, dan Cognitive
Gestalt Field atau organismik.
Misalakan, teori Cognitive Gestalt Field atau organismik
mengacu kepada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna dari pada
bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap
sebagai mahluk organisme yang melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan
secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon. Teori ini banyak
mempengaruhi praktek pengajaran di sekolah karena memiliki prinsip-prinsip
sebagai berikut:
a.
Belajar berdasarkan keseluruhan
Dalam belajar siswa
mempelajari bahan pelajaran secara keseluruhan, bahan-bahan dirinci ke dalam
bagian-bagian itu kemudian dipelajari secara keseluruhan, dihubungkan satu
dengan yang lain secara terpadu.
b.
Belajar adalah pembentukan kepribadian
Anak dipandang
sebagai makhluk keseluruhan, anak dibimbing untuk memperoleh pengetahuan,
sikap, dan keterampilan secara berimbang. Ia dibina untuk menjadi manusia
seutuhnya yaitu manusia yang memiliki keseimbangan lahir dan batin antara
pengetahuan dengan sikapnya dan antara sikap dengan keterampilannya.
c.
Belajar berkat pemahaman. Menurut aliran Gestalt bahwa belajar itu adalah proses
pemahaman. Pemahaman mengandung makna penguasaan pengetahuan.
d.
Belajar berdasarkan pengalaman
Belajar itu adalah
pengalaman.Proses belajar itu adalah bekerja, mereaksi, memahami dan
mengalami.Dalam belajar itu siswa aktif. Siswa mengolah bahan pelajaran melalui
diskusi, tanya jawab, kerja kelompok, demonstrasi, survey lapangan, karyawisata
atau belajar membaca di perpustakaan.
e.
Belajar adalah suatu proses perkembangan
Ada tiga teori yang
perlu diketahui guru, yaitu: perkembangan anak merupakan hasil dari pembawaan,
perkembangan anak merupakan hasil lingkungan, dan perkembangan anak merupakan
hasil keduannya.
f.
Belajar adalah proses berkelanjutan. Belajar itu adalah proses kegiatan
interaksi antara dirinya dengan lingkungannya yang dilakukan dari sejak lahir
sampai menginggal, karena itu belajar merupakan proses berkesinambungan.
Sumber Acuan :
Oliva, Peter F.( 1991), Developing the Curriculum, eighth
edition. New York. Pearson Publishers
Sukmadinata,
Nana Syaodih. 2013. Pengembangan Kurikulum. Bandung : Remaja Rosda
Karya.
Susilana,
R. Dkk. (2006), Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung: Jurusan Kurikulum
dan Teknologi Pendidikan FIP UPI.
0 komentar:
Posting Komentar